Mungkin Mbaknya Stress
Pagi ini gue mengalami kejadian unik. Diawali dengan pagi seperti biasa, gue berjalan menuju halte Transjakarta Pramuka LIA. Gue berangkat ke kantor barengan nyokap karena kami emang sama-sama naik TJ. Gak ada yang spesial sampai gue melihat sesosok mbak-mbak berjalan keluar dari halte. Masih muda dan cantik. Pakaiannya juga modis. Tebakan gue, umurnya palingan 25 tahun. Dia pakai headset dan terlihat berjalan biasa saja. Tipikal wanita karier pada umumnya, lah. In case you wonder kenapa gue sebegitu perhatikan si mbak-mbak ini, gue emang pengamat hal gak penting.
Sampailah gue semakin mendekat, hampir berpapasan dengan si mbak-mbak. Tiba-tiba mbak ini melemparkan sampah sembarangan ke arah belakang (bukan ke arah gue). Benar-benar melempar sampah bukan dengan sembunyi-sembunyi! Lalu mukanya juga tetap fierce ala American Next Top Model.
Gue cengo. Nyokap gue pun cengo. Kaget gue dengan perbuatan mbak-mbak ini, gampang banget buang sampah sembarangan.
Si mbak-mbak tetep ngelengos tanpa rasa bersalah.
Di sinilah kesalahan gue. Gue saking cengonya sampai kehilangan fokus, dan saat gue sadar dia udah beberapa meter di belakang gue. Apa yang dia buang bukanlah sesuatu yang besar, sih. Dia 'hanya' membuang semacam kertas kecil atau tissue. Tetapi bukan berarti dia berhak buang sampah sembarangan, kan?
Sebenarnya kalau gue sempat menegur dia atas perbuatannya, mungkin gue akan marah-marah langsung ke dia tanpa pernah dia jelaskan alasan perbuatannya. Pasti sulit saat itu menegur dia dalam kasih. Dalam kasus ini, gue belajar untuk menegur cepat namun tetap dalam kasih. Gue gagal. Mencoba pun tidak.
Lantas apa poin untuk mbak-mbak ini? Gue rasa si mbak emang kurang diedukasi masalah sampah. Atau dia ga punya empati dan kesadaran sosial? Atau simply karena lagi stres menghadapi arus kehidupan sampai ia gak sadar buang sampah sembarangan?
Gue gak tahu jawabannya. Gue mungkin gak akan bertemu lagi dengan mbak-mbak itu. Tapi si mbak-mbak ini menyadarkan gue untuk selalu sigap menegur dalam kasih. Semoga di lain hari ketika si mbak buang sampah sembarangan lagi, ada orang yang menegur dia.
Sampailah gue semakin mendekat, hampir berpapasan dengan si mbak-mbak. Tiba-tiba mbak ini melemparkan sampah sembarangan ke arah belakang (bukan ke arah gue). Benar-benar melempar sampah bukan dengan sembunyi-sembunyi! Lalu mukanya juga tetap fierce ala American Next Top Model.
Gue cengo. Nyokap gue pun cengo. Kaget gue dengan perbuatan mbak-mbak ini, gampang banget buang sampah sembarangan.
Si mbak-mbak tetep ngelengos tanpa rasa bersalah.
Di sinilah kesalahan gue. Gue saking cengonya sampai kehilangan fokus, dan saat gue sadar dia udah beberapa meter di belakang gue. Apa yang dia buang bukanlah sesuatu yang besar, sih. Dia 'hanya' membuang semacam kertas kecil atau tissue. Tetapi bukan berarti dia berhak buang sampah sembarangan, kan?
Sebenarnya kalau gue sempat menegur dia atas perbuatannya, mungkin gue akan marah-marah langsung ke dia tanpa pernah dia jelaskan alasan perbuatannya. Pasti sulit saat itu menegur dia dalam kasih. Dalam kasus ini, gue belajar untuk menegur cepat namun tetap dalam kasih. Gue gagal. Mencoba pun tidak.
Lantas apa poin untuk mbak-mbak ini? Gue rasa si mbak emang kurang diedukasi masalah sampah. Atau dia ga punya empati dan kesadaran sosial? Atau simply karena lagi stres menghadapi arus kehidupan sampai ia gak sadar buang sampah sembarangan?
Gue gak tahu jawabannya. Gue mungkin gak akan bertemu lagi dengan mbak-mbak itu. Tapi si mbak-mbak ini menyadarkan gue untuk selalu sigap menegur dalam kasih. Semoga di lain hari ketika si mbak buang sampah sembarangan lagi, ada orang yang menegur dia.
Coba kak, kalau misalkan besok2 ketemu dia lagi lempar sampah ke mukanya. Kalo dia marah2, bilang aja "sayakan ngikutin gaya embak yg kmrn buang sampah sembarangan. Saya ngefans soalnya." Wkwkwkkw
ReplyDelete-Ita
iihh cakep tapi jorok
ReplyDelete(Anna)