Penulis Jadi-jadian
Gue sering mengidentifikasi diri gue sebagai orang yang punya bakat menulis, namun terkubur sia-sia karena kemalasan gue menulis (atau, literally mengetik). Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan kalau gue menyebut diri gue sebagai: penulis jadi-jadian. Kalau lagi pengen nulis, ya jadi tulisan. Kalau nggak pengen nulis? Ada dua kemungkinan: gue akan menghasilkan karya galau yang tidak membangun (atau memang selalu demikian?), atau gue akan memasuki fase menyusun karya dalam otak namun tidak menghasilkan apa-apa.
Salah satu hal yang gue targetkan tahun ini adalah lebih produktif dalam membaca dan menulis. Atau lebih tepatnya, membaca lebih banyak daripada gue menulis. Gue selalu teringat pesan Pak Fidi, guru Bahasa Indonesia gue pas SMP. Beliau berkata bahwa seorang penulis haruslah lebih banyak membaca. Nyatanya, sampai hari ini gue masih sangat minim membaca dan menulis. Bulan kedua tahun ini, gue hanya bisa menghabiskan satu buku (yang sebenernya sudah dibaca dari tahun lalu), dan empat tulisan kacangan. Kacangan. KACANGAN.
Gue menyadari gue bukan penulis hebat yang melahirkan tulisan-tulisan brilian, baik karya fiksi maupun faktual. Gue hanyalah penulis abal--jadi-jadian yang mentitelkan diri, setidaknya, seorang penulis (jadi-jadian). Yah, setidaknya walaupun jadi-jadian, gue punya titel penulis. Di tengah bingungnya gue dengan bakat ini, gue tersentak dengan kesempatan yang Tuhan bukakan untuk mengasah keterampilan gue: gue ditawarin magang penulis.
Gue menyadari di luar sana banyak penulis yang lebih hebat. Gue kenal beberapa teman yang memang mengelola blognya menjadi luar biasa, sementara gue intensitas menulisnya sangat kecil. Gue anak teknik elektro yang memang notabene tidak mempunyai dasar penulisan yang baik, kecuali karena gue belajar otodidak. Selebihnya? Gue hanya bisa mengukur tulisan gue dari hasil perbandingan tulisan penulis lain yang gue anggap lebih baik. Kesempatan magang penulis ini memang bukan diselenggarakan oleh majalah atau koran terkenal. Faktanya, gue baru pertama kali mendengar yayasan tempat gue magang ini. Gue bahkan tidak digaji. Tetapi memang bukan itu yang gue kejar. Gue justru mendapatkan kesempatan yang luar biasa: akhirnya gue benar-benar belajar menulis!
Terakhir kali gue mendapat pelatihan menulis, mungkin ketika SMP, saat ikut ekskul jurnalistik. Itupun gue banyakan bolosnya daripada datang dan menerima pelatihan. Gue merasa seperti maba lagi, yang baru senang masuk jurusan yang dia inginkan, sekaligus takut tidak bisa menyelesaikan studinya dengan baik.
Ah! Biarlah sang penulis jadi-jadian ini suatu saat bisa menjadi penulis beneran. Penulis yang sungguh menghasilkan karya yang menjadi berkat buat pembacanya. Penulis yang menyampaikan gagasan Allah kepada umat yang dikasihiNya.
Salah satu hal yang gue targetkan tahun ini adalah lebih produktif dalam membaca dan menulis. Atau lebih tepatnya, membaca lebih banyak daripada gue menulis. Gue selalu teringat pesan Pak Fidi, guru Bahasa Indonesia gue pas SMP. Beliau berkata bahwa seorang penulis haruslah lebih banyak membaca. Nyatanya, sampai hari ini gue masih sangat minim membaca dan menulis. Bulan kedua tahun ini, gue hanya bisa menghabiskan satu buku (yang sebenernya sudah dibaca dari tahun lalu), dan empat tulisan kacangan. Kacangan. KACANGAN.
Gue menyadari gue bukan penulis hebat yang melahirkan tulisan-tulisan brilian, baik karya fiksi maupun faktual. Gue hanyalah penulis abal--jadi-jadian yang mentitelkan diri, setidaknya, seorang penulis (jadi-jadian). Yah, setidaknya walaupun jadi-jadian, gue punya titel penulis. Di tengah bingungnya gue dengan bakat ini, gue tersentak dengan kesempatan yang Tuhan bukakan untuk mengasah keterampilan gue: gue ditawarin magang penulis.
Gue menyadari di luar sana banyak penulis yang lebih hebat. Gue kenal beberapa teman yang memang mengelola blognya menjadi luar biasa, sementara gue intensitas menulisnya sangat kecil. Gue anak teknik elektro yang memang notabene tidak mempunyai dasar penulisan yang baik, kecuali karena gue belajar otodidak. Selebihnya? Gue hanya bisa mengukur tulisan gue dari hasil perbandingan tulisan penulis lain yang gue anggap lebih baik. Kesempatan magang penulis ini memang bukan diselenggarakan oleh majalah atau koran terkenal. Faktanya, gue baru pertama kali mendengar yayasan tempat gue magang ini. Gue bahkan tidak digaji. Tetapi memang bukan itu yang gue kejar. Gue justru mendapatkan kesempatan yang luar biasa: akhirnya gue benar-benar belajar menulis!
Terakhir kali gue mendapat pelatihan menulis, mungkin ketika SMP, saat ikut ekskul jurnalistik. Itupun gue banyakan bolosnya daripada datang dan menerima pelatihan. Gue merasa seperti maba lagi, yang baru senang masuk jurusan yang dia inginkan, sekaligus takut tidak bisa menyelesaikan studinya dengan baik.
Ah! Biarlah sang penulis jadi-jadian ini suatu saat bisa menjadi penulis beneran. Penulis yang sungguh menghasilkan karya yang menjadi berkat buat pembacanya. Penulis yang menyampaikan gagasan Allah kepada umat yang dikasihiNya.
"Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran"
2 Timotius 3:16
Comments
Post a Comment