Mengamati Sekeliling

Gue bukan tipe orang yang cukup sabar dalam hal menunggu. Sayangnya, banyak waktu dalam satu hari gue habiskan untuk menunggu. Menunggu kereta atau metromini datang, menunggu ojek, menunggu makanan siap disajikan dari kantin, menunggu jodoh mungkin--kalau ingin dimasukkan dalam kategori ini. Ketika menunggu tentu banyak hal yang kita lakukan, berpura-pura agar waktu berlalu dengan cepat. Sok sibuk dengan HP misalnya. Gue memang sering menghabiskan waktu menunggu dengan kegiatan ga produktif: ngecek media sosial, terus komentar dalam hati. Tapi gue sadar sih, kebiasaan ini nggak baik dan sepertinya gue harus lebih banyak menghabiskan waktu menunggu dengan membaca atau mengamati sekitar lalu mengobrol dengan orang asing (kalau berani).

Salah satu hal yang sedang gue coba disiplinkan untuk dilakukan ketika menunggu adalah mengamati sekitar. Kegiatan aneh, sih memang. Tapi kalau sudah menikmati mengamati orang, kita bisa lebih jujur dalam cara pandang kita terhadap sesuatu (atau seseorang). Dengan mengamati, kita jadi tau tipikal orang-orang di sekeliling: mulai dari ibu-ibu yang tidak sabaran, bapak-bapak yang kelelahan dengan pekerjaannya, remaja labil, sampai mungkin berrtemu orang tua yang nyaris tidak waras. Tempat yang paling asyik untuk mengamati? Dimanapun! Tapi tempat favorit gue untuk mengamati, sih biasanya stasiun atau tempat makan.

Pertama, stasiun. Tempat ini biasanya dipenuhi oleh orang yang terburu-buru. Kalau pagi pikiran mereka terlihat jelas berorientasi pada pekerjaan mereka. Kalau malam, diisi dengan wajah kangen ingin bertemu dengan keluarga di rumah. Kadang juga muka kelelahan yang tidak bisa ditipu. Wajah-wajah kekosongan juga sering terlihat. 

Kalau di tempat makan lebih beragam lagi. Fenomena yang sering terlihat jelas ya, kalau ada satu keluarga sedang makan bareng tapi sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Fenomena yang satu ini paling sering bikin gue nyesek sih. Sebagai anak yang keluarganya tidak utuh, gue sejujurnya pengen banget bisa makan bareng full team kayak mereka. Yah, kehilangan memang membuat kita lebih menghargai suatu keberadaan. Tempat makan yang rame lebih unik lagi. Orang-orangnya sering gak sabaran, marah-marah kepada pelayan. Kasihan pelayannya, mereka seringnya gak salah apa-apa. Harusnya pelanggan itu bisa sabar, kan restorannya lagi rame. Pasti sulit kan mengatur maunya sekian banyak pelanggan....

Tempat-tempat lain banyak juga sih yang unik. Kita hanya memerlukan kepekaan dalam melihat sekeliling, kemudian merefleksikannya. Apakah kita lebih baik atau lebih buruk dari orang di sekeliling kita. Tentunya jangan jatuh pada judging aja ya, tapi benar berimbang dan berhikmat dalam menilai. Gue merasakan manfaatnya sih ketika mengamati sekeliling. Gue jadi bisa lebih sabar kalau ngantri di restoran rame karena gue mengamati wajah-wajah kelelahan pelayannya. Gue berusaha memberikan tempat duduk buat lansia dan ibu membawa balita, bukannya pura-pura tidur atau sibuk baca buku. 

Manfaat lebih besarnya lagi: terbuka kesempatan untuk ngobrol dengan orang asing yang baru kita temui. Daripada sering berburuk sangka sama orang, ngobrol sama orang yang baru kita temui bagus juga kok. Kadang ada nenek-nenek yang curhat gara-gara ga tau jalan, ibu-ibu yang kehabisan batre HP, atau bapak-bapak sotoy. Banyak keunikan yang kita temui, daripada hanya sekadar melihat HP, menghabiskan waktu sendiri. Jadi, lain kali daripada sibuk nunduk mengamati HP, lebih baik angkat leher lo dan amati sekitar!

Comments

Popular posts from this blog

Nehemia 4: Belajar Menghadapi Tantangan

Mengawali Cerita Kuliner: Soto Seger Hj. Fatimah Boyolali

Sharing Ringkasan Buku: Gods at War (Bab 3)