Posts

Baby Army

Image
Selain tiba-tiba jadi suka drama Korea, semenjak pandemi gue juga jadi suka boyband BTS! I gotta say , memang pandemi ini mengubah banyak orang. Gue tadinya sama sekali ga ngikutin per-K-pop-an. Tapi di tahun 2020, gue bisa mengatakan gue jadi suka banget sama BTS. Sebenernya gue udah pernah denger ada boyband bernama BTS jaman pas kuliah. Walaupun, sama sekali gue ga pernah denger lagu mereka. Fast forward ke tahun 2019, jaman-jaman lagu Boy With Luv sering banget diputer di radio. Saat itu, gue cuma mikir, " whoa, lagunya enak ". Di tahun yang sama, BTS juga jadi brand ambassador Tokopedia. Iklannya diputer tiap sebelum nonton bioskop (OMG, gue kangen bioskop!), dan karena gue hobi nonton bioskop, gue jadi sering liat mereka.  Dulu, ketika liat iklan Tokopedia x BTS di bioskop, gue mikir " lah, ini gimana cara ngebedain membernya satu sama lain ya? Mukanya sama semua ". Namun, gue akui, yang paling ganteng yang pake baju kemeja ijo toska. Ternyata baru gue sada...

Review Drakor Because This Is My First Life: Cerita Ringan Dibalut Isu Menarik

Suatu hari gue pernah menemukan sebuah kutipan di media sosial: "Semua akan drakor pada waktunya". Pada saat itu gue segera mengiyakan, setuju terhadap kutipan tersebut. Waktu itu gue memang gak mengikuti satupun drakor. Sebab gue tau, ketika gue udah suka, gue ga akan mudah berhenti. Inilah yang menyebabkan kecanduan. Lalu tibalah musim covid-19 yang menyebabkan kita semua harus lebih banyak di rumah. Kegiatan apa yang bisa dilakukan sambil rebahan? Nonton Netflix pastinya. Gue tadinya cuma nonton Hospital Playlist dan Prison Playbook hasil rekomendasi teman. Eh, lama-lama keterusan sampai nonton Reply 1988 juga. Setelah semuanya selesai ditonton, hidup gue terasa hampa, terutama setelah Reply 1988. Akhirnya gue cari-cari lagi drama berikutnya. Perjalanan mencari drakor yang bagus (menurut gue) cukup susah. Menurut gue, Reply 1988 terlalu bagus banget banget banget. Jadi ketika baru menonton satu episode sebuah drakor, gue langsung mikir, "yah, ini mah ga ada apa...

Mengawali Cerita Kuliner: Soto Seger Hj. Fatimah Boyolali

Image
Kalau ditanya bagaimana kecintaan saya terhadap dunia makanan, saya bisa memastikan bahwa saya akan menjawab dengan lantang "cinta banget!". Saya sedari kecil sudah jatuh cinta terhadap dunia kuliner. Keluarga saya dari dulu berlangganan koran Suara Pembaruan. Rubrik yang tidak pernah saya lewatkan adalah Jalan Sutra --sebuah rubrik bertema kuliner-- yang ditulis oleh Alm. Bondan Winarno.  Beranjak agak besar, saya suka sekali menonton acara Wisata Kuliner yang dipandu oleh (lagi-lagi) oleh Alm. Bondan Winarno, idola saya. Saya juga suka nonton acara masak-memasak, mulai dari Ibu Sisca Soewitomo, Rudi Choirudin, sampai Farah Quinn. Kini, saya masih senang mengikuti video masak dan kuliner di Youtube serta membaca ulasan makanan di internet. Walaupun kegemaran menonton dan membaca ini tidak diikuti dengan praktik memasak 😉. Saya selalu ingin mencicipi makanan khas daerah. Sayangnya hal itu tidak diikuti dengan kesempatan berkunjung ke kota-kota di Indonesia. Makanya, s...

Masih Banyak yang Belum Disampaikan

Seminggu sebelum tulisan ini dibuat, gue mendapat kabar bahwa Tua (nenek dalam Bahasa Simalungun) meninggal. Sudah tiga hari beliau dirawat di rumah sakit, nyatanya memang tubuh rentanya sudah tidak bisa bertahan. Beliau menghembuskan napas terakhir di usia 92 tahun. Nyokap pun meminta gue untuk ikut pulang kampung dan menghadiri pemakamannya. Sudah hampir sepuluh tahun lamanya gue gak pulang kampung. Ada banyak sebab yang membuat gue memang jarang pulang kampung. Ketika akhirnya gue pulang, justru karena ada kabar duka. Perasaan gue campur aduk sebenarnya. Di satu sisi, gue memang tidak terlalu mengenal dan dekat dengan sosok Tua. Tetapi ga bisa dipungkiri bahwa memang ada ikatan emosional sehingga akhirnya gue bisa merasakan sebuah perasaan aneh. Bukan perasaan sedih, melainkan perasaan kosong dan hampa. Gue gak bisa mengekspresikan bagaimana sebenarnya perasaan gue saat itu. Ditambah lagi, gue juga tahu bahwa pemakaman Tua pastilah juga berarti kesempatan berziarah ke makam ...

Jatuh Cinta Itu (Harusnya) Biasa Saja

Setelah beberapa kali (ehm) jatuh cinta, saya jadi menyadari bahwa ada beberapa kebiasaan yang muncul ketika jatuh cinta. Padahal, mungkin hal tersebut tidak ada ketika saya tidak sedang jatuh cinta. Tetapi sebelum membahas itu, marilah terlebih dahulu membahas jatuh cinta. Jatuh cinta, seperti halnya perasaan lain dalam hidup, memang muncul beberapa kali. Mengapa jatuh cinta beberapa kali terdengar lebih aneh? Padahal kita semua pernah membenci, kesal, kagum, marah, atau takut berkali-kali pada orang yang berbeda. Jatuh cintapun demikian. Setiap orang memiliki kebiasaan masing-masing ketika jatuh cinta. Saya? Saya menyadari bahwa ketika jatuh cinta, saya cenderung lebih posesif. Lucunya, saya padahal belum memiliki (atau dimiliki) oleh orang tersebut. Lantas saya posesif terhadap apa? Saya menjadi detektif yang selalu ingin tahu kegiatannya. Saya menjadi tukang ramal yang seolah paling tahu apa yang ia rasakan. Saya menjadi si dermawan yang selalu memaksa ingin membantu ketika i...

Menikmati Inner Peace

Pekan lalu, gue mengikuti sebuah retret yang berjudul Alone With God. Kedengarannya memang agak tidak biasa, mengapa perlu sendiri bersama Tuhan? Tetapi justru retret inilah yang kita butuhkan. Melalui retret ini, kita bisa banyak merenungkan Firman Tuhan dan berdoa karena porsi retret ini memang lebih banyak dikhususkan untuk momen perenungan. Gue sendiri ikut retret ini karena gue merasa bahwa akhir-akhir ini gue kurang menikmati relasi gue dengan Tuhan. Saat teduh terasa terburu-buru, doa terasa kering dan tidak terjawab. Gue juga kurang bersemangat dalam bekerja. Selain itu, gue mudah khawatir, ragu, bahkan takut dalam menjalani kehidupan. Sehingga ketika gue melihat pemberitahuan tentang adanya retret itu, gue langsung tertarik. Singkat cerita, setelah mengikuti retret, gue kembali disegarkan jiwa dan fisiknya. Gue belajar bahwa inner peace -- sesuatu yang saat ini tengah digembar-gemborkan dunia-- hanyalah dapat diperoleh melalui relasi yang lekat kepada Allah. Inner peac...

Sambat Terus!

Sebagai manusia, pastilah kita senang mengeluh. Sambat, atau dalam Bahasa Indonesia: mengeluh, sudah menjadi suatu kebiasaan. Pagi hari saat berangkat beraktivitas lalu bertemu macet? Sambat! Siang hari diberi tugas oleh atasan dengan deadline  mepet? Sambat! Malam hari batal nge- date  sama gebetan? Sambat meneh!!1!!1 Lantaran akhir-akhir ini sambat menjadi populer, saya merenungkan kembali apakah sebenarnya mengeluh menjadi sesuatu yang overrated akhir-akhir ini? Pendapat masyarakat mengenai keluhan menjadi terlalu terbelah: melarang atau mendukung sambat. Bagi orang-orang yang melarang keluhan, mereka berdalih bahwa mengeluh hanya akan mengurangi rasa bersyukur. Bahwa seharusnya manusia itu banyak bersyukur, tidak melihat segala sesuatu dari sisi yang merugikan, serta senantiasa melihat bahwa keadaannya jauh lebih baik dari kebanyakan orang lain. Bagi orang-orang yang mendukung keluhan, mereka berdalih bahwa dengan mengeluh segala emosi jadi tersalurkan. Lagipula meng...