Jatuh Cinta Itu (Harusnya) Biasa Saja
Setelah beberapa kali (ehm) jatuh cinta, saya jadi menyadari bahwa ada beberapa kebiasaan yang muncul ketika jatuh cinta. Padahal, mungkin hal tersebut tidak ada ketika saya tidak sedang jatuh cinta.
Tetapi sebelum membahas itu, marilah terlebih dahulu membahas jatuh cinta. Jatuh cinta, seperti halnya perasaan lain dalam hidup, memang muncul beberapa kali. Mengapa jatuh cinta beberapa kali terdengar lebih aneh? Padahal kita semua pernah membenci, kesal, kagum, marah, atau takut berkali-kali pada orang yang berbeda. Jatuh cintapun demikian.
Setiap orang memiliki kebiasaan masing-masing ketika jatuh cinta. Saya? Saya menyadari bahwa ketika jatuh cinta, saya cenderung lebih posesif. Lucunya, saya padahal belum memiliki (atau dimiliki) oleh orang tersebut. Lantas saya posesif terhadap apa?
Saya menjadi detektif yang selalu ingin tahu kegiatannya. Saya menjadi tukang ramal yang seolah paling tahu apa yang ia rasakan. Saya menjadi si dermawan yang selalu memaksa ingin membantu ketika ia kesusahan.
Padahal mungkin ia butuh waktu sendiri.
Padahal mungkin ia sedang menyembunyikan perasaannya.
Padahal mungkin ia sedang tidak ingin dibantu.
Saya menjadi sangat posesif, merasa memiliki. Lalu kemudian uring-uringan kalau tidak tahu kabarnya. Dalam perenungan setelah menyadari kebiasaan ini, saya jadi teringat lagu Efek Rumah Kaca yang berjudul Jatuh Cinta Itu Biasa Saja. Sepenggal liriknya berkata;
Jatuh cinta, seperti layaknya perasaan-perasaan lain harusnya tidak boleh menguasai hati dan pikiran kita. Jatuh cinta harus tetap membuat kita waras, bukannya takut apalagi was-was. Tidak, saya tidak akan berhenti jatuh cinta. Jatuh cinta itu indah. Jatuh cinta itu (harusnya disikapi) biasa saja.
Tetapi sebelum membahas itu, marilah terlebih dahulu membahas jatuh cinta. Jatuh cinta, seperti halnya perasaan lain dalam hidup, memang muncul beberapa kali. Mengapa jatuh cinta beberapa kali terdengar lebih aneh? Padahal kita semua pernah membenci, kesal, kagum, marah, atau takut berkali-kali pada orang yang berbeda. Jatuh cintapun demikian.
Setiap orang memiliki kebiasaan masing-masing ketika jatuh cinta. Saya? Saya menyadari bahwa ketika jatuh cinta, saya cenderung lebih posesif. Lucunya, saya padahal belum memiliki (atau dimiliki) oleh orang tersebut. Lantas saya posesif terhadap apa?
Saya menjadi detektif yang selalu ingin tahu kegiatannya. Saya menjadi tukang ramal yang seolah paling tahu apa yang ia rasakan. Saya menjadi si dermawan yang selalu memaksa ingin membantu ketika ia kesusahan.
Padahal mungkin ia butuh waktu sendiri.
Padahal mungkin ia sedang menyembunyikan perasaannya.
Padahal mungkin ia sedang tidak ingin dibantu.
Saya menjadi sangat posesif, merasa memiliki. Lalu kemudian uring-uringan kalau tidak tahu kabarnya. Dalam perenungan setelah menyadari kebiasaan ini, saya jadi teringat lagu Efek Rumah Kaca yang berjudul Jatuh Cinta Itu Biasa Saja. Sepenggal liriknya berkata;
"Jika jatuh cinta itu buta
Berdua kita akan tersesat
Saling mencari di dalam gelap
Kedua mata kita gelap
Lalu hati kita gelap"
Comments
Post a Comment