Menikmati Inner Peace

Pekan lalu, gue mengikuti sebuah retret yang berjudul Alone With God. Kedengarannya memang agak tidak biasa, mengapa perlu sendiri bersama Tuhan? Tetapi justru retret inilah yang kita butuhkan. Melalui retret ini, kita bisa banyak merenungkan Firman Tuhan dan berdoa karena porsi retret ini memang lebih banyak dikhususkan untuk momen perenungan.

Gue sendiri ikut retret ini karena gue merasa bahwa akhir-akhir ini gue kurang menikmati relasi gue dengan Tuhan. Saat teduh terasa terburu-buru, doa terasa kering dan tidak terjawab. Gue juga kurang bersemangat dalam bekerja. Selain itu, gue mudah khawatir, ragu, bahkan takut dalam menjalani kehidupan. Sehingga ketika gue melihat pemberitahuan tentang adanya retret itu, gue langsung tertarik.

Singkat cerita, setelah mengikuti retret, gue kembali disegarkan jiwa dan fisiknya. Gue belajar bahwa inner peace-- sesuatu yang saat ini tengah digembar-gemborkan dunia-- hanyalah dapat diperoleh melalui relasi yang lekat kepada Allah. Inner peace  bukan berarti sekadar berdamai dengan diri sendiri. Inner peace terlebih dahulu adalah berdamai dengan Allah, dan memiliki relasi dengannya. barulah kita dapat berdamai dengan diri sendiri. Diri yang sudah memiliki inner peace kini seharusnya mampu menghadapi inner chaos. 

Nyatanya, setelah kembali ke dunia nyata setelah retret justru gue menemukan situasi yang chaotic. Gue menerima kabar kalau kakak gue sakit dan harus diopname di rumah sakit.

Singkat cerita, malam itu gue bertugas nginap di RS untuk menjaga kakak gue. Berhubung mendadak opname, gue gak ada persiapan apa-apa untuk menginap. Gak ada baju ganti, bahkan tikar untuk gue tidur. Jadilah malam itu gue tidur berbekal dua kursi kondangan.

Namun ternyata malam itu adalah malam yang panjang. Kakak gue kesakitan dan gue harus siaga menjagai kebutuhannya. Sedih banget rasanya malam itu, melihat kakak gue harus melawan kesakitannya. Gue pun terus berjaga menguatkan hatinya dan tentu hati gue juga.

Keheningan malam itu membuat gue berpikir lagi. Sepertinya Tuhan memang mempersiapkan AWG kemarin untuk gue masuk ke dalam kejadian ini. Gue teringat kembali Firman yang gue renungkan, dan hal itu sangat menenangkan.

Pagi hari, setelah akhirnya gue tertidur karena kelelahan, kakak gue ternyata tidak langsung sembuh. Leher gue sakit karena posisi yang tidak nyaman dan rasa ngantuk masih terasa. Persoalan hidup tentu masih ada. Tetapi hari itu gue jauh lebih tenang karena yakin Tuhan selalu beserta.

Comments

Popular posts from this blog

Nehemia 4: Belajar Menghadapi Tantangan

Mengawali Cerita Kuliner: Soto Seger Hj. Fatimah Boyolali

Sharing Ringkasan Buku: Gods at War (Bab 3)