Setelah Puasa Instagram, Ini yang Terjadi Kepada Saya

Akhir-akhir ini tiap nulis judul, gue selalu menggunakan formula ala-ala click bait-nya Line Today. Mungkin Line Today memang hendak menanamkan doktrin penulisan judul. Dengan metode seperti ini, barangkali blog gue bisa melanglang buana di jagad internet.

Pengalaman puasa Instagram gue dimulai ketika merasa gue terlalu banyak menghabiskan waktu terlalu banyak di depan layar ponsel pintar. Kayaknya dalam sehari gue bisa menghabiskan waktu lebih dari tiga jam untuk scrolling Instagram, lihat-lihat explore, lihat-lihat Instastory, sampe kadang kepoin Lambe Turah juga. Sepertinya semenjak nganggur, kehidupan gue banyak gak produktifnya karena kebanyakan mantengin Instagram. Namun itu gak separah efek lain yang ditimbulkan, yaitu gue jadi sering membanding-bandingkan hidup gue dengan orang lain.

Kalau dilihat hampir 90% postingan orang di Instagram isinya tentang momen menyenangkan. Sekalipun bahkan isinya tentang keluhan hidup, kadang di sampingnya terdapat gelas kopi Starbucks, location from mall terkemuka di Indonesia, atau baju bermerk yang dikenakan.

Iri aja, sih lo, Ter!

Iya, memang gue iri. Namun itulah yang kita semua alami, pasti kita pernah tebersit pikiran iri tersebut. Gue tidak mau menjadi munafik dengan mengatakan gue tidak iri sama sekali. Sedetik, dua detik pasti gue pernah merasa iri dengan satu atau dua postingan yang gue lihat. Meskipun itu bukan perasaan yang tinggal lama di hati gue sampai gue benci orangnya, tentu tidak. Namun perasaan "ingin seperti dia" itu membuat gue kurang bersyukur dengan keadaan gue sekarang. You know what I mean. 

"Oh iya, gue ingin menyatakan di sini bahwa apa yang gue tuliskan disini bukanlah untuk menyindir apalagi menyakiti hati siapapun. Apa yang gue alami adalah keberdosaan yang gue alami, dan dalam anugerah Allah gue berusaha untuk menolak kejatuhan-kejatuhan tersebut."

Lucunya, sekalipun tahu gue akan membanding-bandingkan hidup gue dengan orang lain, gue tetap menghabiskan waktu dengan scrolling Instagram. Heran. Secara bersamaan, saat gue merasa penggunaan Instagram gue sudah mulai tidak sehat, saat itu gue juga sempat ikutan pembinaan mengenai penggunaan media sosial. Jadilah saat itu gue memutuskan "puasa" Instagram.

Kalau dibilang murni gak menggunakan Instagram, sih, sebenarnya gue masih melihat Instagram di desktop beberapa kali. Aplikasi Instagram serta akunnya tidak gue hapus, tetapi hanya gue log out untuk menghindari gue terlalu sering membuka. Godaannya memang berat, apalagi pengangguran macam gue ini yang sering bingung harus ngapain.

Nyokap gue sempat bertanya mengapa gue gak buka Instagram. Setelah mengungkapkan alasan gue, nyokap nampaknya gak begitu setuju dengan alasan gue. Menurutnya, gue harus cukup kuat iman untuk tidak membuka Instagram terlalu sering dan membanding-bandingkan hidup dengan orang lain. Ya, nyokap gue mungkin benar. Mungkin gue tidak sebegitu kuat imannya. Namun menurut gue, lebih baik gue berhenti dari penggunaan yang berlebihan dan menggunakan waktu gue untuk hal yang lebih berguna.

Apa efek sampingnya?

Hal yang pertama gue rasakan adalah gue jadi kurang update mengenai berita orang-orang yang gue follow. Kalau biasanya bisa langsung kepo, sekarang gue hanya tau kabarnya kalau gue bertanya langsung atau lihat di berita (kalau artis/public figure).

Efek kedua adalah gue jadi punya banyak waktu melakukan hal lain. Sayangnya ini juga merupakan sumber kejatuhan gue yang lain, yakni malah malas-malasan. Memang agak kurang tau diri sih gue ini, jatuhnya berkali-kali :(

Efek lainnya adalah, gue semakin menikmati hidup gue. Gue menikmati setiap momen kebersamaan dengan teman-teman tanpa sibuk mengabadikan di Instastory. Menikmati bagaimana gue bersyukur akan hidup gue. Walaupun itu berarti juga memang gue akan kurang update mengenai informasi atau tren terbaru. But it doesn't matter at all.

Setelah beberapa lama, akhirnya gue posting kembali di Instagram. Gue tetap merasa ada pentingnya juga melihat dunia Instagram setelah vakum. Ada hal-hal baik yang bisa dibagikan, atau mengirimkan pesan-pesan baik ditengah maraknya hoaks di media sosial. Setelah puasa Instagram, gue semakin bisa memiliki kontrol diri untuk menggunakan Instagram. Pun gue tidak menyarankan setiap orang untuk berhenti menggunakan media sosial, kecuali untuk para penebar hoaks dan kebencian yang sebaiknya dimatikan saja semua akses media sosialnya. Orang-orang baik harus tetap menyebarkan pesan-pesan baik di Instagram dan dimanapun.

Akhir kata, kita semua memang rentan terhadap dosa. Namun bukan berarti kita jadi permisif dan tidak berusaha lari dari pencobaan tersebut. Gunakan media sosial secara bijak dan berhentilah sejenak kalau kamu merasa semuanya berlebihan.


Comments

Popular posts from this blog

Nehemia 4: Belajar Menghadapi Tantangan

Mengawali Cerita Kuliner: Soto Seger Hj. Fatimah Boyolali

Sharing Ringkasan Buku: Gods at War (Bab 3)