Mendidik Diri di Hari Pendidikan
Hari ini ketika gue bangun pagi, gue hampir tidak menyadari bahwa hari ini adalah hari pendidikan nasional. Tepat tanggal 2 Mei, bangsa kita memang merayakan hari ini sebagai hari pendidikan. Sejarahnya memang panjang mengapa pada akhirnya 2 Mei menjadi hari yang spesial untuk pendidikan di Indonesia. Bisa dicari sendiri di google kalo penasara. Oh. Btw, gue udah terlebih dahulu mencari di google.
Gue nggak akan ngomongin tentang hari pendidikan sih sebenernya. Gue ingin membagikan sedikit pelajaran yang gue dapatkan dari Tuhan pada hari ini. Mungkin ada kaitannya juga dengan Hardiknas, tapi mungkin semacam pelajaran kehidupan lebih tepatnya.
Seperti biasanya di hari Senin, gue ada kuliah jam 10 pagi. Buat gue kuliah jam 10 di hari Senin bukanlah cobaan berat. Gue memang biasa menghadapi kuliah di hari Senin. Lagipula sekalipun nggak ada kuliah, gue terbiasa berangkat ke kosan gue di Depok tiap Senin pagi dari Jakarta. Namun pagi ini, berangkat kuliah di hari Senin jadi suatu cobaan berat buat gue. Rasa-rasanya gue pengen bolos aja. Lagipula gue belom pernah nggak masuk di mata kuliah ini, pikir gue. Jadi gue rasa nggak masalah ngambil 'jatah bolos'. Gue pun masih males-malesan di tempat tidur sampe jam 8. Fyi, rata-rata waktu tempuh Utan Kayu-UI naik metromini disambung kereta itu sekitar 1,5 jam. Jadi gue sebenernya cuma punya waktu setengah jam untuk bersiap-siap.
Tapi rupa-rupanya kasih karunia Tuhan gak kurang untuk menegur gue hari ini. Tiba-tiba gue teringat beberapa hari yang lalu gue menegur AKK gue yang nggak masuk kuliah karena kesiangan dan belum persiapan untuk presentasi. Jujur di saat itu, gue agak keras menegur dia. Untungnya dia nggak sakit hati sih (sepertinya). Oh! Betapa munafiknya gue hari ini. Dengan mudah gue menegur orang atas kesalahannya tapi gue sendiri melakukannya.
Gue cepat-cepat bangun, bersaat teduh dan minta ampun sama Tuhan. Gue sedih udah jadi orang yang nggak berintegritas. Sebenernya nggak ada yang tau kok kalo gue bolos hari itu, tapi Tuhan tau. Sedih juga udah di hari-hari akhir perkuliahan gue, gue hampir aja mengulangi kesalahan gue di jaman maba. Tapi gue bersyukur, Tuhan menegur gue dengan kasihNya. Ia memang nggak pernah pengen anak-anakNya jatuh ke kesalahan lamanya.
Singkat cerita setelah gue menunggu metromini cukup lama dan menuju ke stasiun, gue mendapat pesan di grup Line. Isinya singkat: kelas ditiadakan karena dosen gue nggak masuk. Gue tersenyum. Kesel juga sih udah cepet-cepet berangkat tapi kelasnya nggak ada. Tetapi yang membuat gue tersenyum adalah, mungkin bisa aja gue mengikuti keinginan daging gue pagi itu. Mungkin cerita hari ini nggak jadi spesial kalo gue bolos. Cerita hari ini jadi spesial karena akhirnya gue dimampukan taat. Kalaupun akhirnya nggak jadi kelas, itu nggak membuat gue merasa sia-sia berangkat. Yang penting gue mendapat pelajaran yang jauh lebih berharga: TAAT.
Gue nggak akan ngomongin tentang hari pendidikan sih sebenernya. Gue ingin membagikan sedikit pelajaran yang gue dapatkan dari Tuhan pada hari ini. Mungkin ada kaitannya juga dengan Hardiknas, tapi mungkin semacam pelajaran kehidupan lebih tepatnya.
Seperti biasanya di hari Senin, gue ada kuliah jam 10 pagi. Buat gue kuliah jam 10 di hari Senin bukanlah cobaan berat. Gue memang biasa menghadapi kuliah di hari Senin. Lagipula sekalipun nggak ada kuliah, gue terbiasa berangkat ke kosan gue di Depok tiap Senin pagi dari Jakarta. Namun pagi ini, berangkat kuliah di hari Senin jadi suatu cobaan berat buat gue. Rasa-rasanya gue pengen bolos aja. Lagipula gue belom pernah nggak masuk di mata kuliah ini, pikir gue. Jadi gue rasa nggak masalah ngambil 'jatah bolos'. Gue pun masih males-malesan di tempat tidur sampe jam 8. Fyi, rata-rata waktu tempuh Utan Kayu-UI naik metromini disambung kereta itu sekitar 1,5 jam. Jadi gue sebenernya cuma punya waktu setengah jam untuk bersiap-siap.
Tapi rupa-rupanya kasih karunia Tuhan gak kurang untuk menegur gue hari ini. Tiba-tiba gue teringat beberapa hari yang lalu gue menegur AKK gue yang nggak masuk kuliah karena kesiangan dan belum persiapan untuk presentasi. Jujur di saat itu, gue agak keras menegur dia. Untungnya dia nggak sakit hati sih (sepertinya). Oh! Betapa munafiknya gue hari ini. Dengan mudah gue menegur orang atas kesalahannya tapi gue sendiri melakukannya.
Gue cepat-cepat bangun, bersaat teduh dan minta ampun sama Tuhan. Gue sedih udah jadi orang yang nggak berintegritas. Sebenernya nggak ada yang tau kok kalo gue bolos hari itu, tapi Tuhan tau. Sedih juga udah di hari-hari akhir perkuliahan gue, gue hampir aja mengulangi kesalahan gue di jaman maba. Tapi gue bersyukur, Tuhan menegur gue dengan kasihNya. Ia memang nggak pernah pengen anak-anakNya jatuh ke kesalahan lamanya.
Singkat cerita setelah gue menunggu metromini cukup lama dan menuju ke stasiun, gue mendapat pesan di grup Line. Isinya singkat: kelas ditiadakan karena dosen gue nggak masuk. Gue tersenyum. Kesel juga sih udah cepet-cepet berangkat tapi kelasnya nggak ada. Tetapi yang membuat gue tersenyum adalah, mungkin bisa aja gue mengikuti keinginan daging gue pagi itu. Mungkin cerita hari ini nggak jadi spesial kalo gue bolos. Cerita hari ini jadi spesial karena akhirnya gue dimampukan taat. Kalaupun akhirnya nggak jadi kelas, itu nggak membuat gue merasa sia-sia berangkat. Yang penting gue mendapat pelajaran yang jauh lebih berharga: TAAT.
"sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun"
(Yakobus 1:3-4)
Comments
Post a Comment