Berhala

Menyembah berhala emang kayanya udah kuno dan ga dilakukan lagi sekarang. Tapi sejujurnya, tiap orang pasti memiliki berhalanya masing-masing. Berhala bukanlah patung lembu emas sembahan, atau persembahan pada pohon-pohon tua. Berhala itu simply all things that we want or praise more than we want God. Yes, indeed. Menurut buku yang gue baca, ketika bahkan kita menginginkan hal-hal biasa, lebih daripada kita menginginkan untuk menyenangkan hati Tuhan, that’s idolatory.
Berhala bisa jadi aja adalah orang tua kita, studi kita, atau bahkan pasangan kita. Gue juga pernah baca tabel perbandingan berhala gitu di sebuah buku. Dan di tabel itu, sebenernya ada 4 berhala dasar kita, yakni power, approval, control. Maksudnya apa? Orang dengan berhala power akan sangat menginginkan kekuasaan, kesuksesan, kemenangan, serta pengaruh.  Berhala approval sangat haus akan pengakuan, kasih sayang, dan relasi. Berhala kenyamanan selalu diikuti dengan keinginan untuk hidup bebas, tanpa kekang dan stress. Sedangkan berhala control artinya menginginkan disiplin diri, kepastian, dan standar yang tinggi.

Well, gue sedang menghadapi berhala besar yang masih belum bisa gue atasi sampe sekarang, yaitu approval. Sulit banget menurut gue untuk lepas dari berhala ini. Gue sangat, sangat menginginkan relasi, kasih sayang, pengakuan, dan keterlibatan. Bahkan gue sangat mengejar hal ini lebih dari gue mengejar hadirat Allah. Contoh besarnya adalah, gue tuh pengen punya pacar dan gue menyadari alasan utama gue pengen punya pacar adalah karena gue ingin dikasihi oleh seseorang yang spesial. Dan salah satu alasan kenapa gue putus dari mantan gue yang terakhir adalah, karena simply menurut gue, dia nggak bisa memperhatikan gue ketika gue butuh. Sounds cruel, isn’t it? Tapi gue yakin, banyak dari orang-orang yang punya pacar, basically karena hal tersebut dan ga sadar bahwa pasangannya justru jadi berhala buat dia.

Dari masa single gue yang sudah hampir 2 tahun ini, jujur gue banyak merefleksikan dan ingin supaya gue menjadi wanita yang berkenan di mata Allah. Sehingga ketika gue jatuh cinta, gue siap untuk mengasihinya dan membina hubungan bersama dia dengan alasan yang benar. Dalam 2 tahun ini, ada beberapa pria yang mungkin menarik perhatian gue. Tapi gue sadar bahwa sikap hati gue belum benar dan memang, orang tersebut tidak Tuhan tempatkan dalam hidup gue.

Satu hal yang membuat gue heran adalah, gue justru ngerasa sedih dan supergalau ketika gue mulai tertarik sama orang. Bawaannya pengen ngedengerin lagu galau. Instead of praying. Sedih kan... Apa apa yang jadii pikiran gue adalah si dia, bukan si Dia. Padahal itu pria belom tentu memiliki perasaan yang sama terhadap gue. Di hati gue seolah ada 2 pihak, satu ingin tetap mengejar hadirat Allah, satu lagi justru menyalahkan diri sendiri karena belom bisa melepaskan berhala ini.

Hah. Super sedih. Super galau. Super sebel. 

Comments

Popular posts from this blog

Nehemia 4: Belajar Menghadapi Tantangan

Mengawali Cerita Kuliner: Soto Seger Hj. Fatimah Boyolali

Sharing Ringkasan Buku: Gods at War (Bab 3)