Visi: Sebuah Catatan dari Hasil PA
gue ingin sedikit membagikan hasil dari PA pribadi gue yang gue nikmati dari visi Persekutuan Oikumene PO UI. Mungkin banyak orang yang tidak terlalu menganggap penting sebuah visi dari organisasi. Tapi di PO UI gue belajar bagaimana sebuah visi harus terus dipegang teguh agar kita tidak melenceng dari rencana Allah melalui PO UI. Gue sangat bersyukur Tuhan menempatkan seorang Ester disini. Visi bukanlah mimpi yang tidak realistis, visi adalah sesuatu yang realistis dan oleh sebab itu harus kita wujudkan....
PA VISI PO UI
Matius 5:13-16
I. Latar
belakang
Bagian Matius 5:13-16 ini merupakan
satu kesatuan dengan ‘khotbah di bukit’, suatu bagian khotbah Kristus yang
sangat terkenal. Khotbah ini berisi pernyataan dari prinsip kebenaran Allah.
Penulis John Stott menyebutkan dalam bukunya ‘Khotbah di Bukit’, bahwa khotbah
ini merupakan perkataan dan intisari ajaran Kristus. Khotbah ini berisi
kritikan dan kalimat-kalimat kontras antara standar Kristen dan standar dunia.
Bagian garam dan terang adalah kelanjutan dari ucapan bahagia.
Secara umum, perikop ini dapat
dipisahkan menjadi 2 bagian yaitu ayat 13 mengenai garam dunia, dan ayat 14-16
mengenai terang dunia.
II. PA
per ayat
1. Ayat
13
Ayat 13 diawali dengan kata-kata
“kamu adalah garam dunia”. Hal ini menggambarkan bahwa pada hakikatnya, kita
semua telah diciptakan sebagai ‘garam-garam’ di tengah dunia ini. Yesus tidak
menyebutkan bahwa kita ‘akan menjadi garam’ atau ‘seperti garam’. Disini secara
tegas Yesus menyebut kita sebagai garam. Ketika kita tidak bertindak sebagai
garam dunia, artinya kita tidak memenuhi tujuan Allah dalam kehidupan kita.
Seperti yang kita ketahui, garam
memiliki peranan yang penting dari dulu hingga kini. Garam berfungsi untuk
mengasinkan makana, sehingga makanan menjadi lezat. Garam berfungsi hampir di
setiap masakan, bahkan makanan yang manis sekalipun terkadang menggunakan garam
sebagai komponen masakannya. Di sisi yang lain garam juga berfungsi untuk
mencegah pembusukan daging atau ikan. Jaman dahulu ketika kulkas belum
ditemukan, metode pengawetan makanan dengan garam sudah dikenal jauh sebelum
peradaban. Sebagai garam dunia, kita berfungsi mencegah dunia dari pembusukan.
Ya, dosa yang membusukkan dunia ini, menolak kebenaran Injil, dan kehilangan
citra Allah. Tugas kita adalah menjadi garam yang mencegah pembusukan dunia.
Di ayat ini juga disebutkan ‘jika
garam itu menjadi tawar’. Pada jaman Yesus dulu, garam tidak berasal dari
pengkristalan air laut, melainkan berasal dari semacam tepung yang kemungkinan
berasal Laut Mati. Jenis garam ini merupakan campuran dari NaCl dan komponen
lain. Namun komponen NaCl nya sangat mudah melarut sehingga menghilangkan sifat
asin dari garam, dan menyisakan tepung putih yang walaupun berbentuk sepeerti
garam namun tidak berkarakter garam. Jadi tepung ini akan dibuang karena tak
berguna.
Ketika kita gagal menjadi garam
untuk mencegah pembusukan dunia, maka sesungguhnya kita tidak memiliki manfaat
bagi dunia ini. Kita akan menjadi sama dengan dunia dan tidak dapat dibedakan
dengan orang lain yang bukan Kristen. Menjadi garam juga merupakan kesadaran
bahwa terkadang dunia tidak menginginkan garam itu. Seperti luka yang akan
terasa perih jika terkena garam, dunia membenci rasa perih itu. Tapi kita tepat
perlu menjalankan peran sebagai garam agar tidak terjadi pembusukan dari luka
itu.
2. Ayat
14-16
Pada ayat 14, pembahasan berganti
menjadi terang dunia. Diawali dengan bentuk kalimat yang sama dengan ayat 13,
yakni ‘kamu adalah terang dunia’. Jadi kita memang diciptakan untuk menerangi
dunia. Terang ini berasal dari Kristus, sang Terang dunia yang sejati (Yohanes
8:12). Selanjutnya digunakan perumpamaan bahwa terang yang kita miliki itu
bagaikan kota yang terletak di atas gunung yang tak tersembunyi. Terangnya
dapat dilihat dari kejauhan.
Di ayat yang ke 15 ditulis pula
bahwa terang itu tidak boleh diletakkan di bawah gantang (NIV= under a bowl),
tetapi diletakkan di atas kaki dian (semacam sebuah tempat berdirinya lilin,
NIV= on its stand). Jika dapat diartikan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai
terang harusnya kita memiliki standar hidup yang lebih tinggi. Bukan dalam hal
materi, melainkan tentang bagaimana kita menjalani hidup sesuai dengan standar
Kristus. Dapat berarti juga bahwa kita harus menyebarkan kebenaran yang kita
ketahui, bukan menyembunyikannya.
Ayat ke 16 merupakan penegasan dari
dua ayat sebelumnya yakni agar terang kita memancar di antara sesama kita. Sama
seperti lilin ketika dinyalakan, yang merasakan terang itu adalah
sekelilingnya, bahkan ketika ia berjalan kemanapun, sekelilingnya akan merasakan
terang itu. Dunia mungkin tidak suka ketika kegelapannya tersinari oleh cahaya,
namun seperti itulah kita harus tetap bersinar. Dengan demikian orang akan
melihat darimana terang itu berasal yaitu dari Allah Bapa, dan kemudian ikut
merasakan kasih dan memuliakan namaNya.
Ada suatu frasa dimana kata gelap
sebenarnya didefinisikan dengan ketiadaan cahaya. Jadi yang diperlukan di dunia
yang gelap ini adalah cahaya, dan kita adalah pelitaNya.
III.
Visi PO UI
“menghasilkan alumni Kristen yang takut akan Tuhan, menjalankan
perannya sebagai garam dan terang serta profesional di bidangnya”
PO UI sebagai wadah persekutuan
mahasiswa haruslah menjadi sarana bagi setiap jemaatnya untuk bertumbuh dan
berproses agar setelah lulus nanti dapat meenjadi alumni Kristen yang benar.
Jika dilihat dari besarnya kampus ini, bukan tidak mungkin apabila setidaknya
salah satu dari setiap angkatan kampus ini menjadi agen perubahan bangsa, baik
itu di bidang riset ilmu pengetahuan, politik, hukum, ekonomi, dan lain-lain.
Di tengah maraknya korupsi, suap, ketidakadilan, atau degradasi moral,
disinilah tantangan sesungguhnya yang akan dihadapi setiap kita. Untuk itu
diperlukan sebuah ‘bekal’ yang cukup bagi setiap jemaat agar ketika lulus
kelas, dapat menjadi garam dan terang bagi sekelilingnya, atau dalam cakupan
yang besar, bagi perusahaan tempat ia bekerja, instansi pemerintah, atau bahkan
keluarga yang ia bangun. Bagaimana kita tetap berintegritas memegang teguh
Firman Tuhan sekaligus menjadi tenaga profesional di disiplin ilmu kita. Visi
ini cukup menjawab tantangan dunia dan harus terus menerus diperjuangkan bukan
hanya oleh PH, pengurus POF, melainkan setiap jemaat.
Bagian yang paling saya nikmati
adalah bahwa setiap kita bertanggung jawab untuk menjadi garam dan terang,
tidak terkecuali. Kesadaran ini harus terus menerus ditumbuhkan supaya kita
mempu menjadi pribadi yang makin serupa dengan Kristus.
Comments
Post a Comment