On Her Wedding Day

Pernikahan memang unik. Satu hari dalam hidup manusia yang mungkin dialami banyak orang, tetapi tidak semua. Sebuah hari ketika bahagia melapisi oksigen yang dihirup orang-orang di dalamnya, kecuali bagi yang tidak merestuinya. Gue berkesempatan untuk menyaksikannya kemarin, pernikahan kakak kandung gue.

Sejujurnya ada perasaan yang bercampur aduk ketika mengetahui kakak gue akan menjadi milik orang. Dia adalah satu-satunya saudara kandung yang gue punya. Otomatis, kalau ada apa-apa ya gue datangnya ke dia. Mengetahui bahwa sekarang dia sudah pindah dan bertanggung jawab kepada suaminya membuat gue merenung mengenai makna kehadiran kakak gue di hidup gue. 

Keluarga gue memang bukan tipe keluarga dengan afeksi yang terlihat dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang romantis. Namun jelas, kami saling menyayangi, nyaris tidak pernah bertengkar. Selisih paham pasti terjadi, tetapi kami bisa melihat dalam kaca mata yang tepat: dinamika.

Harus gue akui, beberapa keputusan besar dalam hidup gue dipengaruhi oleh kakak gue. I have to admit that she is my role model (oke, ketika kakak gue membaca ini ia akan tertawa bangga). Pas gue SMA, gue nyaris gak tau harus kuliah apa selain kedokteran. Berhubung nilai try out gue ga pernah memuaskan, gue harus sadar bahwa gue sepertinya ga bisa masuk kedokteran. Kakak gue mengusulkan untuk masuk Teknik Elektro. Gilanya, gue ngikutin saran dia padahal gue ga paham elektro itu ilmu macem apa.

Untuk urusan universitas yang dipilihpun, gue memilih UI karena gue beberapa kali ke sana ketika SMA. Ketika itu kakak gue memang sedang kuliah disana. Gue pun kagum dengan lingkungan UI ketika kakak gue mengajak gue berkeliling. Sejak hari pertama gue kesana, gue membulatkan tekat: gue harus kuliah di UI. Harusnya kakak gue kuliah di Inggris aja nih, biar gue terinspirasi kuliah di sana.

Gue kenal persekutuan kampus juga dari kakak gue. Bersyukur, ketika masuk UI kakak gue langsung mewanti-wanti untuk ikut persekutuan. Salah satu keuntungan jadi adiknya kakak gue adalah gue jadi ikut dikenal beberapa pengurus PO karena dulunya kakak gue pun pengurus persekutuan di fakultasnya. One decision leads to another, gue pun menikmati persekutuan, mengenal Allah lebih sungguh, dan akhirnya menjadi pengurus PH POUI dan PKK. Momen-momen ini adalah masa yang paling gue syukuri selama kuliah. 

Selain itu, gue juga terinspirasi untuk mengabdi pada bangsa dengan menjadi PNS. Salah satu faktornya adalah beberapa kali kakak gue bercerita tentang keadaan kantornya. Tentu saja setelah serius didoakan dan mendengar sharing dari banyak orang, gue semakin yakin dan memantapkan diri bergabung di kantor gue sekarang.

Hubungan gue dengan kakak juga diwarnai beberapa kekesalan dan kekoplakan. Seringnya gara-gara kakak gue suka nanya-nanya hal gak penting, haha ups sorry. Berhubung gue orangnya moody dan kadang cranky, gue jadi menyadari kakak gue adalah salah satu orang tersabar yang tahan lama menghadapi Ester Nugraheny. Selamat, kakak gue lolos dari ujian terbesar dalam hidupnya: menghadapi adik seperti gue. 

Gue bersyukur sekaligus kesel, karena punya kakak yang memberi teladan dalam keluarga gue. Gue tahu bahwa tidak mudah menjadi cucu pertama dalam keluarga batak. Kakak gue sudah menjadi teladan bagi adik-adik karena kakak gue sudah menyelesaikan S2-nya, menjadi PNS (sebuah kebanggan di keluarga batak), dan menikah. Nah, karena standarnya sudah cukup tinggi sekarang, setidaknya gue pun (harusnya minimal) juga S2. Walaupun lagi-lagi, semua hanya kehendak Tuhan.

Sekarang, dia sudah membangun keluarganya sendiri. Waktu pemberkatan kemarin, gue terharu banget. Kalo ga inget make up luntur, gue kayaknya udah nangis mulu tuh sepanjang ibadah. Maklum, gue anaknya gampang terharu. Gue pun kembali merekam setiap momen kami berdua, bersyukur sekaligus berterima kasih kepada Tuhan sudah memberikan keluarga yang indah, terlepas dari semua kekurangan di dalamnya.

Pernikahan menandai juga semakin besarnya keluarga ini. Kalau Tuhan berkenan, gue juga akan punya keponakan (oh, dan akan dipanggil Inang Anggi karena gue ga mau dipanggil aunty).Gue bukan tipe orang yang romantis, jadi tulisan ini didedikasikan untuk kakak gue. Terima kasih sudah hadir dan terus hadir ke depannya (walaupun tentu tidak se-intens dahulu). Selamat menempuh hidup baru!

Comments

Popular posts from this blog

Nehemia 4: Belajar Menghadapi Tantangan

Mengawali Cerita Kuliner: Soto Seger Hj. Fatimah Boyolali

Sharing Ringkasan Buku: Gods at War (Bab 3)