[Review] Jalan-jalan Iseng ke Jogja (part 2)

Setelah menerbitkan review jalan-jalan ke Jogja part 1, gue emang agak lupa melanjutkan ke part kedua. Antara lupa atau malas, sih, lebih tepatnya. Akhirnya gue baru meluncurkan part keduanya hari ini. Semoga dapat bermanfaat bagi yang sedang berselancar di dunia maya, mencari destinasi liburan.

Destinasi gue sewaktu di Jogja sebenarnya gak terlalu banyak dan gak ke tempat-tempat baru yang lagi heits di dunia per-Instagraman. Gue dan nyokap sengaja pilih lokasi yang dekat dan bisa dijelajahi dalam waktu singkat. Kami menyewa mobil beserta supirnya satu hari. FYI, harga sewa mobil dan supir sebesar 500ribu, sudah termasuk bensin tapi gak termasuk makan sopir dan parkir. Well, gue gak tau rate normalnya berapa tetapi worth the price karena sopir super baik, nyetirnya oke, dan kalo lo rame-rame biaya patungannya bakal lebih rendah. Kalau mau kontak sopirnya, leave your comment, ya!

Pertama, gue ke ayunan langit di Kulon Progo (tautan map di sini). Gue pikir awalnya ini tempat buat outbond. Ternyata ini tempat buat foto-foto doang. Since, gue bukan orang yang suka difoto dan memajang foto gue sendiri di media sosial, gue kurang tertarik awalnya. Tempat ini semacem Lodge Maribaya gitu, yang bisa foto ala-ala dari ketinggian.


Pemandangannya kurang lebih seperti ini 

Di perjalanan, kita bakal disuguhi sama pemandangan sawah dan bukit, dan jalannya yang berkelok-kelok. Gue suka banget sih ngelihat kiri kanan yang indah. Sayangnya, pas nyampe sana hujan. Setelah parkir, ternyata untuk sampe tempat ayunannya kita musti naik ojek yang biayanya gue lupa (ditraktir nyokap soalnya, hehe). Begitu sampe di tempatnya, ternyata pemandangannya bagus. Gue malah lebih suka ngelihat pemandangan aja daripada foto-foto. Sayangnya, karena abis ujan, pemandangannya rada ketutupan kabut.



Hasil foto di ayunan

Di sini juga menyediakan jasa foto baik dengan kamera dari pengelola, atau kalo mau nitipin  foto pake handphone juga boleh. Selain ayunan, juga ada objek spot foto yang lain di bibir jurang. Tapi harus hati-hati karena agak licin, apalagi sehabis hujan. 

Buat kalian yang berekspektasi ada wahana-wahana foto kayak di Lodge Maribaya, kalian gak akan nemuin itu di sini. Ditambah lagi dengan tempatnya yang tergolong baru (dan menurut gue belum dikelola secara profesional), tempatnya masih belum dilengkapi dengan sarana yang membuat kita nyaman berlama-lama di sini. Gue berharap, pengembangan wisata Ayunan Langit bisa dikelola dengan baik. 

Destinasi kedua, arahnya ke selatan yaitu di daerah Bantul. Nama lokasinya adalah Gumuk Pasir (tautan map di sini) . Gumuk Pasir ini sebenernya lagi-lagi lebih cocok buat klean-klean pecinta foto, karena disini cuma pasir doang. Pasirnya semacam pasir pantai yang lembut. Uniknya, untuk memfasilitasi foto yang lebih aesthetic, pengelola juga nyediain sarana berfoto seperti tulisan, bangku, kaktus, dan lainnya. 


Gumuk Pasir yang isinya bener-bener pasir doang

Nah, persis di sebrang Gumuk Pasir kita bisa ngelihat pantai. Ini nih, yang gue tunggu selama perjalanan ke Jogja. Gue pengen banget lihat pantai karena udah setahun gak lihat pantai. Terakhir waktu ke Pahawang tahun 2016 kayaknya. Gue sendiri gak tau nama pantainya apaan. Ketika gue cari di google sih namanya Pantai Cemara Sewu. Pantainya tergolong sepi, mungkin karena sepanjang daerah Bantul banyak pantai-pantai lain. Ombaknya besar, seperti layaknya pantai selatan yang berbatasan langsung dengan samudera. Kalau kalian pengen pantai lain yang lebih asik dan Instagram-able bisa ke pantai sekitar yang jaraknya dekat. Silakan googling lebih lanjut :) 


Berasa pantai pribadi


Selanjutnya karena udah siang, kami mampir makan siang dulu. Gue dan nyokap excited banget pengen nyobain sate klathak. Sate klathak itu dari daging kambing, dan yang bikin spesial karena tusuk satenya terbuat dari besi jeruji sepeda. Sehingga ketika dibakar jadi ada bunyi 'klathak-klathak' gitu. Sate klathak yang terkenal di Jogja namanya Sate Klathak Pak Pong. Cuma, pas lagi kesini ternyata rame banget. Akhirnya daripada nunggu lama, nyobain sate klathak Bujazim (tautan map di sini) yang letaknya deket Sate Klathak Pak Pong 2. 

Sate klathak ini tanpa bumbu kacang atau kecap, ya. Untuk melengkapinya, kita dikasih kuah kuning kayak kuah tengkleng (semacam gule tapi gak pake santan) menurut gue. To be honest, gue nggak terlalu cocok dengan masakan ini karena gue lebih suka sate dengan bumbu kecap atau kacang. Tapi tergantung selera juga sih, buat kalian yang pengen nyoba, silakan coba.

Lanjut ke arah dekat Prambanan, ada objek wisata namanya Tebing Breksi (tautan map di sini). Aslinya, ini merupakan tebing kapur yang ditambang masyarakat. Kemudian tebing ini disulap jadi taman patung dan relief kayak di Garuda Wisnu Kencana, namun versi mini. Sayangnya, menurut gue Tebing Breksi ini kurang dikelola secara baik karena masih banyak pengunjung yang buang sampah sembarangan dan pengaturan wisatawan yang kurang rapi. 

Gue nggak ngambil foto di sini karena terlalu rame pengunjungnya. jadinya gue hanya mengamati keadaan sekeliling aja.


Sumber: https://goo.gl/kmBVYj


Naik ke atas sedikit lagi dari Tebing Breksi, sekitar 500 meter, ada Candi Ijo (tautan map di sini). Destinasi terakhir ini sekaligus menjadi tempat untuk ngelihat sunset. Tempatnya yang berada di puncak bukit membuat kita bisa melihat pemandangan lanskap Jogja dengan sunsetnya. Candi Ijo adalah peninggalan Kerajaan Mataram, yang menganut agama Hindu.

Ini bukan hasil bidikan gue. Sumber: https://goo.gl/vcSrsF

Ternyata emang banyak wisatawan yang kesini khusus ingin melihat sunset. Berhubung masih jam 17.00, gue duduk-duduk sambil menikmati semilir angin yang emang enak banget buat bengong dan melamun merenungi hidup.


Sunset dari Candi Ijo

Dengan berakhirnya sunset, berakhir juga jalan-jalan gue di Jogja. Menurut gue, Jogja masih menjadi salah satu kota favorit gue. Entah kenapa suasananya menyenangkan dan bikin kangen. Gue harap, Jogja terus menjadi kota yang indah dan ramah untuk warga maupun pengunjungnya. 








Comments

Popular posts from this blog

Nehemia 4: Belajar Menghadapi Tantangan

Mengawali Cerita Kuliner: Soto Seger Hj. Fatimah Boyolali

Sharing Ringkasan Buku: Gods at War (Bab 3)