Do We Have Any Room For Jesus?
Tulisan random ini diilhami ketika menhadiri dua acara natal dalam satu hari. Seperti Bulan Desember pada umumnya, setiap weekend pasti selalu dihiasi dengan acara natalan, mulai dari natal fakultas, universitas, kampus tetangga, lembaga pelayanan, kantor nyokap, gereja, sampe natal marga (yang kalo tiap marga ngadain natalnya sendiri, ga kebayang berapa natal yang diadain di seantero kota). Herannya, atau mungkin untungnya, setiap natal tersebut selalu dipenuhi oleh orang-orang. Bahkan gak jarang juga sampai kehabisan tempat.
Di hari itu, ada suasana yang hampir sama di dua natal yang berbeda. Yang berbeda mungkin hanya pelakunya saja. Jadi keadaannya, ibadah sudah dimulai. Tempat duduk sudah lumayan terisi penuh, beberapa masih kosong, namun ada juga yang sengaja ditag orang-orang yang sudah datang untuk teman-temannya yang datang terlambat. Sudah menjadi tipikal kita bersama, kalau ada satu orang yang datang duluan, pasti kebagian nge-tag tempat buat teman-teman yang lain yang terlambat. Namun masalahnya, apakah temannya ini benar-benar akan datang, dan tau dimana posisi tempat duduk yang sudah "dipesankan"? Seringkali yang gue amati justru ujung-ujungnya kursi yang kita tag itu berakhir kosong karena teman kita sulit menemukan keberadaan kita dan duduk di kursi belakang saja.
Beberapa orang yang datang terlambat hari itu gak mendapat tempat duduk. Di satu sisi, gue ingin menyalahkan mereka, "salah sendiri datang terlambat.", pikir gue. Tapi ternyata ada yang lebih mengusik gue dibalik keterlambatan mereka. Mereka ditolak untuk duduk di kursi yang masih kosong, (hanya) karena kursi tersebut akan ditempati oleh orang lain (yang padahal belum datang juga! atau malah belum tentu datang, atau sudah datang tapi mungkin duduk di kursi lain karena ga menemukan teman mereka yang sudah ngetag-in tempat). Dialog yang sering didengar akan berbunyi seperti ini:
A: "Maaf disini kosong?" (sambil menunjuk kursi)
B: "Duh, sorry ini sudah ada temen saya, sebentar lagi datang."
Well, dari segi etika gue nggak menyalahkan perilaku tersebut. Gue pun beberapa kali meminta teman gue untuk nge-tag tempat apabila gue (akan sedikit) terlambat. Tapi gue punya rasa "gak enak" juga, kalau gue akan sangat terlambat, gue pasti tidak akan menyuruh teman gue nge-tag tempat. Karena gue berpikir, tempat tersebut akan lebih berguna bila dipakai orang lain. Juga, sudah menjadi konsekuensi gue kalau datang terlambat adalah tidak akan mendapat tempat duduk yang nyaman.
Tapi kemudian kita sampai pada sisi lain dari kejadian ini. Dari segi perenungan (gak penting) yang lebih mendalam, gue mendapat suatu pelajaran baru saat melihat potongan adegan nyari kursi tersebut. Ibaratkan kursi-kursi kosong yang sudah "dipesan" untuk orang lain itu adalah ruang dalam hati kita. Kita seringkali telah "memesan" ruangan-ruangan dalam hati kita untuk diisi oleh kesenangan dan keinginan kita. Padahal ternyata ruangan tersebut itu kosong, tak ada yang menempati. Kemudian datanglah Kristus, yang dalam nuansa Natal ini kita sering dihadapkan dengan pertanyaan, "Have you any room for Jesus?".
Seringkali kita menempatkan kesenangan pribadi, sampai-sampai kita tidak punya waktu dan tempat dalam hati kita untuk Kristus. Mungkin kita sama saja dengan orang-orang di Betlehem yang tidak memberikan penginapan untuk Yesus lahir, lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ya, bisa jadi kita menolak Dia dengan alasan, "maaf ruangan ini sudah penuh. silakan di tempat lain saja.". Ah, perenungan ini justru membuat gue sangat sedih, betapa justru di momen natal, Tuhan berkata lembut lewat kejadian sederhana yang gue amati.
Apakah gue sudah memberikan ruangan hati gue untuk sungguh-sungguh diisi oleh Tuhan?
Di hari itu, ada suasana yang hampir sama di dua natal yang berbeda. Yang berbeda mungkin hanya pelakunya saja. Jadi keadaannya, ibadah sudah dimulai. Tempat duduk sudah lumayan terisi penuh, beberapa masih kosong, namun ada juga yang sengaja ditag orang-orang yang sudah datang untuk teman-temannya yang datang terlambat. Sudah menjadi tipikal kita bersama, kalau ada satu orang yang datang duluan, pasti kebagian nge-tag tempat buat teman-teman yang lain yang terlambat. Namun masalahnya, apakah temannya ini benar-benar akan datang, dan tau dimana posisi tempat duduk yang sudah "dipesankan"? Seringkali yang gue amati justru ujung-ujungnya kursi yang kita tag itu berakhir kosong karena teman kita sulit menemukan keberadaan kita dan duduk di kursi belakang saja.
Beberapa orang yang datang terlambat hari itu gak mendapat tempat duduk. Di satu sisi, gue ingin menyalahkan mereka, "salah sendiri datang terlambat.", pikir gue. Tapi ternyata ada yang lebih mengusik gue dibalik keterlambatan mereka. Mereka ditolak untuk duduk di kursi yang masih kosong, (hanya) karena kursi tersebut akan ditempati oleh orang lain (yang padahal belum datang juga! atau malah belum tentu datang, atau sudah datang tapi mungkin duduk di kursi lain karena ga menemukan teman mereka yang sudah ngetag-in tempat). Dialog yang sering didengar akan berbunyi seperti ini:
A: "Maaf disini kosong?" (sambil menunjuk kursi)
B: "Duh, sorry ini sudah ada temen saya, sebentar lagi datang."
Well, dari segi etika gue nggak menyalahkan perilaku tersebut. Gue pun beberapa kali meminta teman gue untuk nge-tag tempat apabila gue (akan sedikit) terlambat. Tapi gue punya rasa "gak enak" juga, kalau gue akan sangat terlambat, gue pasti tidak akan menyuruh teman gue nge-tag tempat. Karena gue berpikir, tempat tersebut akan lebih berguna bila dipakai orang lain. Juga, sudah menjadi konsekuensi gue kalau datang terlambat adalah tidak akan mendapat tempat duduk yang nyaman.
Tapi kemudian kita sampai pada sisi lain dari kejadian ini. Dari segi perenungan (gak penting) yang lebih mendalam, gue mendapat suatu pelajaran baru saat melihat potongan adegan nyari kursi tersebut. Ibaratkan kursi-kursi kosong yang sudah "dipesan" untuk orang lain itu adalah ruang dalam hati kita. Kita seringkali telah "memesan" ruangan-ruangan dalam hati kita untuk diisi oleh kesenangan dan keinginan kita. Padahal ternyata ruangan tersebut itu kosong, tak ada yang menempati. Kemudian datanglah Kristus, yang dalam nuansa Natal ini kita sering dihadapkan dengan pertanyaan, "Have you any room for Jesus?".
Seringkali kita menempatkan kesenangan pribadi, sampai-sampai kita tidak punya waktu dan tempat dalam hati kita untuk Kristus. Mungkin kita sama saja dengan orang-orang di Betlehem yang tidak memberikan penginapan untuk Yesus lahir, lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ya, bisa jadi kita menolak Dia dengan alasan, "maaf ruangan ini sudah penuh. silakan di tempat lain saja.". Ah, perenungan ini justru membuat gue sangat sedih, betapa justru di momen natal, Tuhan berkata lembut lewat kejadian sederhana yang gue amati.
Apakah gue sudah memberikan ruangan hati gue untuk sungguh-sungguh diisi oleh Tuhan?
- Have you any room for Jesus,He who bore your load of sin?As He knocks and asks admission,Sinner, will you let Him in?
- Refrain:Room for Jesus, King of Glory!Hasten now His Word obey;Swing the heart’s door widely open,Bid Him enter while you may.
- Room for pleasure, room for business,But for Christ the Crucified,Not a place that He can enter,In the heart for which He died?
- Have you any room for Jesus,As in grace He calls again?Oh, today is time accepted,T’morrow you may call in vain.
- Room and time now give to Jesus,Soon will pass God’s day of grace;Soon thy heart left cold and silent,And thy Savior’s pleading cease.
Comments
Post a Comment