Sok Religius
"Rajin ngutip kitab suci, disangka sok religius,"
Mau gak mau, suka gak suka, pasti kita suka mengasosiasikan subjek dengan asumsi tertentu. Pasti. Walaupun sekilas. Contoh: ketemu gerombolan anak smp nongkrong di star*ucks pasti langsung mikir anak-anak tersebut ngabisin duit orang tua, hedon, dan sebagainya. entah satu atau dua detik, pasti ada aja asumsi-asumsi yang kita buat.
Sama aja dengan kalimat di atas. Orang yang sering mengutip kitab suci sering disangka sok religius. Lantas ujung-ujungnya ditagih: "dimana tindakan nyata lo? jangan ngutip doang dong!". Masyarakat sekarang mulai dipenuhi dengan keengganan dan apatisme agama, apapun agamanya.
Gue jarang sih mengangkat tema religiusitas dan pluralisme, dan gue sadar pula bahwa gue tidak cukup kompeten menjabarkan pendapat gue. Tapi yang gue ingin highlight di sini adalah, bagaimana supaya stigma negatif sok religius ini bisa menghilang?
Nggak, gue nggak optimis segala stigma atau asumsi negatif manusia akan sesuatu secara otomatis menghilang. Menurut tayangan NGC, ntah edisi mana, manusia memang diciptakan dengan kewaspadaan, jadi wajar ia curiga dan mudah berpikiran negatif akan sesuatu yang baru ditemui. Poinnya adalah: berhikmat dalam menyampaikan isi kutipan kitab suci, apapun agamamu. Kalau anda, saya, dan kita semua bisa berhikmat menyampaikannya, silakan protes apabila ada yang mencap kita sok religius.
Mau gak mau, suka gak suka, pasti kita suka mengasosiasikan subjek dengan asumsi tertentu. Pasti. Walaupun sekilas. Contoh: ketemu gerombolan anak smp nongkrong di star*ucks pasti langsung mikir anak-anak tersebut ngabisin duit orang tua, hedon, dan sebagainya. entah satu atau dua detik, pasti ada aja asumsi-asumsi yang kita buat.
Sama aja dengan kalimat di atas. Orang yang sering mengutip kitab suci sering disangka sok religius. Lantas ujung-ujungnya ditagih: "dimana tindakan nyata lo? jangan ngutip doang dong!". Masyarakat sekarang mulai dipenuhi dengan keengganan dan apatisme agama, apapun agamanya.
Gue jarang sih mengangkat tema religiusitas dan pluralisme, dan gue sadar pula bahwa gue tidak cukup kompeten menjabarkan pendapat gue. Tapi yang gue ingin highlight di sini adalah, bagaimana supaya stigma negatif sok religius ini bisa menghilang?
Nggak, gue nggak optimis segala stigma atau asumsi negatif manusia akan sesuatu secara otomatis menghilang. Menurut tayangan NGC, ntah edisi mana, manusia memang diciptakan dengan kewaspadaan, jadi wajar ia curiga dan mudah berpikiran negatif akan sesuatu yang baru ditemui. Poinnya adalah: berhikmat dalam menyampaikan isi kutipan kitab suci, apapun agamamu. Kalau anda, saya, dan kita semua bisa berhikmat menyampaikannya, silakan protes apabila ada yang mencap kita sok religius.
Comments
Post a Comment