Senandung Menjelang Natal
Semakin gue perhatikan, semakin tahun berjalan, natal terasa lebih maju daripada tahun-tahun sebelumnya. Kalau dulu perasaan bualn Desember barulah mall-mall memasang dekorasi natal. Sekarang, mulai dari November aja semua dekorasi natal sudah dipasang. Sekarang, di tanggal 27 November, gue sudah fully-charged buat menyiapkan Natal.
Here we are as in olden days
Euforia Natal memang sedikit berbeda dibandingkan dengan hari raya lain (selain Lebaran pastinya). Menurut gue, di Indonesia hanya ada dua hari raya yang dirayakan oleh semua umat, tanpa peduli agamanya apa: Idul Fitri dan Natal. Seenggaknya walaupun lo menolak mentah-mentah salah satu dari hari raya tersebut, pasti lo akan ikut menikmati diskonan hari raya yang ditawarkan oleh pusat-pusat perbelanjaan. Jadi, syukuri aja dengan perayaan hari besar agama lain, pasti selalu ada manfaat yang bisa dirasakan, termasuk bonus hari libur tambahan sekalipun lo ga merayakannya (yea, the perks of being Indonesian :p)
Gue pun ga bisa memungkiri, hati gue selalu lebih nyaman, syahdu, sekaligus gembira menjelang natal. Bahkan kadang bisa jadi ini yang jadi berhala gue: lebih senang dengan euforia printilan kaya gini dibandingkan mempersiapkan mengingatrayakan kelahiran Yesus. Gue sangat suka sama semua lagu bertema natal, baik rohani maupun tidak. Gue sangat suka natal karena dekat dengan ulangtahun gue. Gue sangat bahagia menjelang natal karena disitulah saat liburan dan berkumpul bersama keluarga. Bahkan gue suka suasana hujan, bau kue serta masakan, kerlap kerlip lampu natal, dan hal sesimpel film home alone selalu bikin gue bahagia tentang natal.
Kemudian, gue bertanya lagi pada diri sendiri sih. Sebenarnya apakah semua euforia ini justru mengalahkan esensi sejati dari natal? Refleksi ini bisa jadi basi, karena selalu dinyatakan oleh MC di ibadah natal. Tapi pertanyakan lagi dan lagi ke diri sendiri: apa itu NATAL? Coba bayangkan natal nggak terjadi di akhir tahun, nggak terjadi di musim penghujan atau musin dingin, tapi natal terjadi di tengah tahun (seperti paskah). Apakah kita tetap mempunyai euforia yang sama?
Kecenderungannya adalah, natal mungkin menjadi lebih ramai karena momennya memang pas di saat musim dingin, natal jadi terasa membawa kehangatan. Natal terjadi di menjelang penghujung tahun, kita jadi lebih mudah untuk mengambil cuti dan waktu libur.
Apakah benar demikian? Gue juga masih bertanya-tanya sih. Yang jelas, apakah kalau natal terjadi di tengah tahun, kita masih memiliki euforia yang sama? Bukan untuk menghakimi, tapi yang jelas, jangan sampai kita terjebak momentual. Biarlah momen kehangatan natal bukan menjadi berhalaku, kita, atau siapapun. Biarlah natal menceritakan tentang kasih Allah buat dunia, yang justru terjadi di kandang yang sederhana.
nb: Ada sebuah lagu natal (yang sebenarnya bukan lagu rohani) yang sering diputar. Yea, lagu ini sangat menggambarkan suasana natal yang hangat, penuh teman dan saudara. Jangan sampai, natal kita cuma berhenti di lagu ini aja ya.
Have yourself a merry little Christmas
Let your heart be light
Let your heart be light
From now on
Our troubles will be out of sight
Have yourself a merry little Christmas
Make the Yuletide gay
Make the Yuletide gay
From now on
Our troubles will be miles away
Here we are as in olden days
Happy golden days of yore
Faithful friends who are dear to us
Gather near to us once more
Through the years
We all will be togetherI
f the Fates allow
Hang a shining star
Upon the highest bough
And have yourself
A merry little Christmas right now
Comments
Post a Comment